From Issue 2

Book Review: Imagi-Nation: Membuat Musik Biasa Menjadi Luar Biasa

I Putu Arya Deva Suryanegara

IMAGI-NATION: Membuat Musik Biasa Jadi Luar Biasa

Sekian banyak buku musik di Indonesia, buku ini merupakan salah satu dari minimnya buku komposisi musik berbahasa Indonesia yang masih relevan hingga kini, karena isinya membahas tentang fenomena musik di Indonesia secara terbuka dan tidak berfokus pada satu bentuk atau gaya. Buku ini ditulis pemikir musik sekaligus komponis asal Amerika Serikat bernama Vincent McDermott yang telah belasan tahun menetap dan mengamati peristiwa musik di Yogyakarta dan Solo. Ia juga sempat menjelahi musik Indonesia, India, Afrika, dan Eropa serta tahun 2003 diundang sebagai Profesor Tamu Fulbright untuk komposisi dan kajian Amerika di ISI Yogyakarta. Alhasil, buku ini kapasitasnya mengedepankan cara kerja musik Indonesia dan membandingkannya dengan pelbagai musik di negara lain, sebagai wawasan musikal. Dengan dorongan teman-teman komponis di Indonesia, ia menulis buku ini sekitar tahun 2003 ke dalam tulisan berbahasa Inggris yang berjudul Thoughts About Composing Music in Indonesia.

Erie Setiawan sebagai direktur penerbit Art Music Today menyatakan menemukan tulisan ini dari Gatot Sulistiyanto, seorang komponis dan kolega McDermott ketika di Yogyakarta. Kemudian karena Erie merasa perlu untuk menyebar-luaskan ide-idenya di Indonesia, ia meminta Natha HPD Putra, seorang etnomusikologi yang ahli berbahasa Inggris, untuk menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa Indonesia. Erie beranggapan perlu merubah judul aslinya, sebab isi bukunya tidak sepenuhnya membicarakan musik Indonesia, tapi juga terdapat teori mengenai musik Eropa dan Amerika. Maka dipilihlah IMAGI-NATION beralasan “untuk memberikan pembaca bisa menafsirkan atau berimajinasi bahwa setiap komponis harus bangga dengan potensi budaya sendiri,” sebut Erie. Adapun tentang penggunaan anak judul, yakni “membuat musik biasa jadi luar biasa” dapat diartikan komponis akan dibuka pemahamannya. Alhasil kegigihannya Erie dan teman-teman, buku setebal 94 halaman ini berhasil diterbitkan pertama kali pada tahun 2013 dan sudah terjual sebanyak 1100 eks di Indonesia.

...McDermott adalah orang Amerika yang mendorong komponis Indonesia untuk tetap meng-Indonesia, baik melalui cara kerja dan rasa kekaryaannya.

Secara menyeluruh, buku ini dibagi menjadi empat bab, diantaranya mendiskusikan musik, musik seni dan musik lainnya dan bagaimana menjadi menyair bunyi, dimensi dan perangkat musikal: composer’s tool bag, serta beberapa saran untuk kurikulum musik di perguruan tinggi: tips dan trik bagi pengajar dan mahasiswa. Gagasan McDermott dinyatakan dalam bentuk saran, kritik, dan arahan tegas namun tidak kaku — harus gini, harus gitu — melalui metode penyampaian yang terstruktur dan logis. Kehadiran buah pikirannya tidak bertujuan mencetak diri sendiri, karena ia berulang kali memberikan contoh dan menyadarkan kita untuk mengangkat tradisi lokal sebagai sumber inspirasi atau menggunakan ide-ide musikal Indonesia. Seperti kata Rahayu Supanggah pada kata pengantar buku ini, McDermott adalah orang Amerika yang mendorong komponis Indonesia untuk tetap meng-Indonesia, baik melalui cara kerja, dan “rasa” kekaryaannya. Maka buku ini memiliki fleksibelitas dan dapat mengembangkan cara pandang kita dalam memajukan musik Indonesia melalui materi lokal.

Pada bagian awal, McDermott membawa kita kembali ke pertanyaan dasar yang mungkin sulit kita jawab, misalnya kenapa ingin mengarang musik? Apa tujuannya? Musik seperti apa? Apa landasan awal ketika membuat musik? Bagaimana keindahan musik? Kenapa perlu membicarakan musik? Pokok pikiran itu yang saya dapat ketika membacanya, dan sudah tentu McDermott telah memberikan beberapa contoh jawaban dari pertanyaan tersebut. Semisal, musik telah berbicara sendirinya tanpa memerlukan bahasa verbal, namun baginya tidak menyurutkan kemungkinan kita untuk berpendapat, mengajar, berdebat, dan berbagi melalui bahasa verbal. Bagi saya, buah pikiran itu sangat relevan bagi fenomena musik saat ini, karena kini musik sudah berkembang pesat dan telah melahirkan bahasa musikal yang anyar.

Hal yang melampaui ekspektasi saya dalam buku ini adalah menyantumkan pendapat dan buah pikiran komposer Bali ternama I Wayan Sadra. McDermott menyelipkan cara pandang Sadra tentang bagaimana mendapatkan inspirasi, yakni “saya selalu mendasarkan karya saya pada musik lokal, terutama gamelan.” Itu berhasil mengingatkan saya dengan cerita Sadra dalam artikelnya pada konferensi International Gamelan Festival Amsterdam 2007 yang menyatakan perubahan dalam karyanya adalah titik tertinggi dari kreativitas dalam mengangkat kembali kasanah musik tradisi sebagai sumber musikal. Sadra juga menjelaskan dirinya ketika berkarya dengan musisi Bali dan Jawa, dianggap ia tidak bisa lepas dari kedua tradisi yang ada di sekelilingnya. Buku ini seketika membawa pikiran saya kepada sosok idola yang menguatkan pendapat McDermott dan menghindarinya dari subjektivitas. Itu juga sebagai bukti bahwa pikiran penulis sudah beradaptasi pada fenomena musik di Indonesia.

McDermott juga menyebutkan adanya musik seni yang diartikan sebagai musik yang mengambil vokabulari musik tradisional dan mengolahnya menjadi ekspresi komponis masa kini. Pelbagai jenis musik dan pemahaman mendasar disebutkan McDermott untuk membuka isu-isu terkini di dalamnya, misalnya penggunaan lirik maupun puisi yang dapat membatasi atau memperkaya musik. Namun perlu diketahui, di dalamnya menyebutkan beberapa orang mengatakan “musik murni” atau instrumental berasal dari bunyi saja, sehingga bagaimana dengan adanya vokal dan liriknya? Bagi saya pembahasan ini sempat mengarahkan pikiran saya tentang definisi karawitan: musik vokal dan instrumental yang menjadi kesatuan pada gamelan. Jadi, kemanakah arah karawitan sebenarnya? Bagaimana misalnya gamelan Gambang yang dulunya dikatakan berasal dari kidung (jenis vokal di Bali)? Pandangan McDermott bahwa vokal terdiri dari melodi dan lirik. Melodi adalah unsur musikalnya (juga terdapat ritme di dalamnya) dan lirik adalah latar belakang makna pada musik tersebut. “Saya lebih melihat penyanyi dari kualitas instrumentalisnya, bukan dari lirik-melodi yang mereka nyanyikan,” sebut McDermott.

Tentang penjelasan perangkat musikal, McDermott menjelaskan secara terinci aspek teknis musik, seperti melodi, dinamika, harmoni, dan frasa. Pembahasan itu mengingatkan kembali ketika ekspektasi saya saat melihat judul buku ini (sebelum membacanya), pikiran saya mengarah tentang aspek teknis itu dicontohkan melalui partitur atau notasi. Namun sayangnya, buku ini dominan mengacu pada gagasan dalam memahami aspek itu secara verbal. Hal itu telah disadari dan dinyatakan McDermott pada pendahuluannya. Spesifiknya, ekspektasi awal saya meliputi cara pengolahan unsur-unsur musikal yang dianggap “biasa, menjadi luar biasa” melalui contoh-contoh notasi. Misalnya pada gamelan Bali terdapat sistem musikal yang disebut kale, yakni memainkan satu nada secara terus-menerus dalam sebuah siklus melodi. Maka hal itu dapat diolah dengan cara mengembangkan pelbagai cara kerja komposisi musik. Contoh lainnya adalah musik minimalis yang dikenal sebagai komposisi pengolahan satu atau beberapa (baca: minim) motif, tetapi apabila diolah dapat menghasilkan motif-motif dan cara kerja yang kompleks dan elusif.

Pada pembahasan terakhir, McDermott menyantumkan beberapa saran untuk pengajar dan mahasiswa yang mendalami musik. Secara umum pokok pikirannya adalah ketekunan, keterbukaan, dan kesadaran tentang tugas kita masing-masing. Beberapa pokok pikiran yang ditawarkan sangat berguna bagi obyek yang ditujukan, karena data-data tersebut merupakan hasil pengalamannya ketika melihat peristiwa musik di Indonesia.

Pendapat McDermott menuntun orientasi saya tentang dimana sebenarnya letak esensial karya musik. Sebab musik dalam raganya sudah berbicara sendiri dan penulis menyarankan apabila harus membicarakannya, gunakanlah bahasa yang tidak biasa atau perspektif sendiri. Komponis terkadang perlu mendengarkan apa yang dikatakan orang lain tentang karyanya. Melalui buku ini juga, saya paham bagaimana pentingnya mengolah unsur musikal dan mengetahui cara kerjanya dalam sebuah karya musik, selepas dari ide-ide verbal.
 
Akhir kata, ternyata selama ini dalam belajar komposisi musik di institusi, saya terlalu banyak dihadapkan tentang pembahasan kontekstual (verbal) dan sangat jarang memikirkan cara kerja musiknya. Hal itulah yang bagi saya perlu diperhatikan bersama ke depan, karena selain memiliki fungsi kontekstual, juga terdapat tekstual yang melahirkan musik itu secara murni, dan tentu saja dapat menakhlikkan musik Indonesia berdasarkan perspektif antara teks dan konteks yang “luar biasa.”

I Putu Arya Deva Suryanegara

McDermott, Vincent. Imagi-Nation: Membuat Musik Biasa Jadi Luar Biasa (Bahasa). Art Music Today, Yogyakarta, Indonesia, 2013. 94 pp. Edited by Erie Setiawan. Introduction by Rahayu Supanggah. [English title: (A new) National Imagination. Making Ordinary Music Extraordinary]

 

Vincent McDermott. (1933-2016) was an American composer, ethnomusicologist, and teacher whose work focused on Hindustani classical music and Javanese gamelan.

Vincent McDermott (1980)

About the author(s)

I Putu Arya Deva Suryanegara (Arya)

Arya was born in Denpasar on December 17th 1996. His passion for gamelan blossomed when he had the opportunity to play kendang in preparation for a kendang tunggal (solo drumming) competition. He graduated from the high school of performing arts SMK 3 Sukawati (KOKAR) in 2011 and enrolled at ISI Denpsasar in 2014. At ISI he has participated in various events and competitions at the provincial and national level, including the National Students Art Competition and the yearly Bali Arts Festival (PKB). In addition to performing, he is frequently invited to create new compositions. He is a diligent and dedicated student with an insatiable thirst for new musical experiences.
Montreal, Canada

People and organizations mentioned in this article

Erie Setiawan

Erie Setiawan lahir di Solo, 11 Januari 1984. Menamatkan pendidikan S1 Musikologi di Insititut Seni Indonesia Yogyakarta (2007). Pada 2008 ia bersama rekan-rekannya mendirikan “Art Music Today”, sebuah jejaring musik yang berfokus pada dokumentasi, informasi, edukasi, dan pengembangan audiens.
Aktifitasnya dalam dunia musik tergolong beragam, baik sebagai musikus, wartawan, penulis, produser, penyelenggara, narasumber, kurator, maupun konsultan pengembangan edukatif. Sebagai penulis Erie telah menerbitkan tulisan di sejumlah media massa cetak dan online, antara lain: Jawa Pos, Kompas, Koran Tempo, Suara Merdeka, Visual Art, Compusician News, Tirto.id, dan lain-lain. Pada tahun 2008-2010 ia bekerja sebagai redaktur di Majalah Seni Budaya “Gong”.
Ia juga merintis AMT Publisher (2013), sebuah penerbit yang berfokus pada produktivitas dan pengembangan literatur musik di Indonesia. Melalui AMT Publisher ia menulis dan menerbitkan sejumlah buku, di antaranya:Memahami Musik dan Rupa-rupa Ilmunya (2014), Intuisi Musikal (2015), Musik Untuk Kehidupan (2015), Membaca Musik dari Masa ke Masa: Katalog Literatur Musik Berbahasa Indonesia dalam 5 Dekade (2016), Dari Bunyi Ke Kata: Panduan Praktis Menulis Tentang Musik (2016), Filosofi Pendidikan Musik: Kritik dan Renungan (2017).
Buku-buku lain dalam bentuk antologi dimana ia ikut menulis antara lain: Arsipelago: Pengarsipan Seni dan Budaya Indonesia (IVAA, 2014), Terluput dan Terlupa: Musik Klasik di Masyarakat Indonesia (Yayasan Klasikkanan, 2016), Menakar Kuasa Ingatan: Catatan Kritis Festival Arsip IVAA 2017 (IVAA, 2018). Ia juga menjadi editor dan menerbitkanbuku-bukuyang ditulis oleh Suka Hardjana, Slamet A. Sjukur, Triyono Bramantyo, Vincent Mc. Dermott, dan sejumlah penulis generasi muda: Gardika Gigih, Septian Dwi Cahyo, Nyoman Triyanuartha.
Aktifitas terkini lainnya adalah menjadi pengamat musik untuk Festival Musik Tembi (2015-2018), fasilitator program musik kontemporer tahunan October Meeting (2016, 2017, 2018), kurator untuk pameran alat musik tradisi di Yogyakarta Gamelan Festival (2017), pembicara Diskusi Seni Festival Kesenian Yogyakarta (2017), dan tim artistik untuk pertunjukan pembuka Festival Arsip IVAA (2017). Selain kerap memberikan presentasi di berbagai forum musik di berbagai kota di Indonesia, ia juga menyampaikan pemikiran di forum-forum lintas negara, beberapa yang terkini antara lain di Singapura (2015), Australia (2016), Hongkong (2018).
Yogyakarta, Java, Indonesia

© Insitu Recordings 2018